Menikmati awal tahun 2017, gue mencoba untuk mulai aktif menulis lagi di blog. Awal buat blog juga karena iseng, waktu itu lagi sulit mikir buat nyusun Tugas Akhir. Seketika gue beralih buat blog, gara-gara baca blognya Raditya Dika yang kocak. Disitulah gue langsung mikir kayaknya seru buat blog hahaha. Karena awalnya gue juga hobi baca artikel menarik di media sosial dan suka baca-baca juga blog orang yang menginspirasi tentunya. Jadi, sekarang gue mulai mengaktifkan diri gue untuk menulis di blog ini. Apapun itu bentuknya, menarik  atau nggak, suka atau nggak, bagus atau nggak bacaan yang gue tulis. Bagi orang yang kepo tentunya nggak sabar untuk baca. Tsailah *kibas rambut* *kedipin*

By the way, akhir-akhir ini tahun kelahiran 1990, 1991, 1992, 1993 lagi giat-giatnya nyebar undangan yak. Pastinya undangan pernikahan. Gue yang lahir 1992 belum nyebarin undangan. Terkadang beberapa teman banyak yang nagih undangan ke gue. Agak risih yak, ditanya2 “kapan nikah?” dan blablabla. Iya gue tau dari segi usia, memang sudah pantas untuk mendapat pertanyaan seperti itu. Cuma gue paling males sih jawab-jawab gini. Gue pikir masih banyak pertanyaan lain yang lebih baik atau berbobot untuk ditanyakan. Yah.. mungkin pertanyaan itu lebih menarik karena lebih pantas untuk dilontarkan kalo kita dateng kondangan temen. Hufft!

Kadang orang-orang itu suka iseng, disaat teman deket pada nikah. Kita yang belum sering ditanyain “kapan nyusul? Si anu si itu udah. Lo kapan?” Gue kadang gak terlalu nanggepin banget sih pertanyaan gitu. Paling jawaban gue cuma ketawa2, ya sembari bilang “doain aja”. Menghargai aja sih buat mereka yang nanya. Perasaan kesel pasti ada juga apalagi sampe disindir karena belum laku-laku. Yaelah!

Gue nggak terlalu suka dengan stigma di masyarakat, orang belum nikah=belum laku. Stigma yang secara kebetulan emang bener, tapi gue nggak sepenuhnya setuju. Jodoh itu udah ada yang mengatur, guys. Kalopun emang belum, bukan berarti nggak laku. Mungkin emang kita yang belum nikah disuruh untuk berbakti dan membahagiakan orang tua dulu. Misal mau nerusin sekolah lagi dengan jenjang yang lebih tinggi atau meniti karir untuk masa depan. Nggak ada salahnya kan?

Oke .. gue pribadi bukan orang yang ribet dengan pertanyaan-pertanyaan itu semua. Gue untungnya cuek sih dengan itu semua. Cuma rada gerah kalo disindir2. Pernikahan itu bukan sesuatu hal untuk berkompetisi. Temen2 udah banyak yang nikah, lantas gue kebakaran jenggot pengen ikutan gitu. No! Gue insya Allah akan nyusul, kalo emang jodoh gue dateng disaat yang tepat. Kalo emang Allah swt. Meridhoi pernikahan pasti ada dan terjadi.

Sejauh ini, gue masih menikmati masa kesendirian. Menikmati kebebasan. Menikmati membahagiakan orang tua dan orang2 terdekat dengan cara gue. Menikmati fokus di usaha yang sedang gue rintis. Menikmati rasa syukur yang gue miliki untuk saat ini. Sesimple itu hidup gue.

Menikah itu soal komitmen. Komitmen untuk bersama sehidup semati (insya Allah). Apapun itu rasa, masalah, cobaan dan ujian yang menimpa. Tanpa harus melibatkan ego, justru menguranginya. Dua kepala untuk saling berkompromi demi mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Menurut kalian ini lebay? Nggak.

Pernikahan jangan dilihat mewahnya doang. Pernikahan nggak bisa kalian nilai dari sebuah photo, pre wedding ataupun after wedding yang super romantis. Yang dilihat itu action in Real Life. Bagaimana kalian bisa menikmati hidup kalian berdua menjadi suami atau istri, tinggal bersama mertua, punya anak, menjadi orang tua, membimbing anak menjadi soleh dan solehah, dan masih banyak lagi. Yang dibutuhin ilmu dan kesiapan dalam mengarungi kehidupan rumah tangga.

Gue sedang mempelajari ilmu itu. Apakah gue bisa menerima kekurangan orang lain untuk menjadi bagian dari hidup gue? Bagaimana caranya? Apakah gue bisa menyatukan dua keluarga yang berbeda suku, budaya maupun karakternya untuk menjadi satu keluarga yang rukun? Apakah gue bisa tinggal bersama mertua apapun karakternya (kebanyakan dari perempuan ada yang tidak menyukai tinggal bareng mertua)?

Pertanyaan seperti itu yang menjadi dasar apakah gue siap untuk menikah atau belum. Jawabannya belum. Sesimple itulah jawaban gue. Gue banyak belajar dari pengalaman orang lain yang udah pada menikah, termasuk teman sendiri. Mereka punya caranya sendiri untuk membangun sebuah rumah tangga yang harmonis. Mereka punya cara tersendiri dalam menyelesaikan masalah. Gue belajar dari mereka, yang kadang membuat gue parno hahaha!

Gue emang tipe orang pemilih, termasuk soal pendamping. Bukan sok jual mahal, wanita baik emang pantas diharga mahal. Gue juga bukan wanita yang sempurna, gue selalu belajar untuk menjadi wanita sebaik-baiknya wanita pada umumnya. Gue sebenarnya nggak ada kriteria dalam memilih pendamping. Kenyamanan adalah kuncinya. Gue gak bisa nentuin secara detail hal apa yang bisa membuat gue nyaman. Yang bisa nentuin cuma hati gue :) gue gak nyaman ya jangan paksa gue. Gue cuek, keras kepala, dan berprinsip. Siapapun elo yang pernah dapet perhatian sama gue berarti lo spesial ;)

One More, i want to tell you, so please don’t ask me about Marriage. Apalagi pertanyaan sama yang ngebosenin ‘kapan nikah?’ or ‘kapan nyusul?’. Nggak usah ribet. Persiapkan aja mental kalian setelah menikah. Karena disitulah kehidupan dimulai ;) 
Menikah itu ada waktunya, biarlah waktu yang menjawab. Jodoh itu tidak pernah tertukar, kalo memang jodoh pasti akan berakhir di pelaminan. Insya Allah.

Sampai disini dulu tulisan gue. Semoga kalian bisa menikmatinya ;)
Berjumpa lagi dengan tulisan-tulisan saya berikutnya. BYE!

Post a Comment

Komentar terbaik yang akan di approve :)